Hal yang harus kita sadari betul adalah bahwa kalau sekarang kita dapat melaksanakan pembangunan, itu tidak lain hanya karena negara kita aman. Satu kondisi yang tercipta karena sebagai bangsa, kita sudah MERDEKA. Kita tidak lagi dikejar-kejar oleh rasa takut dan khawatir, tidak lagi dihantui oleh perasaan resah dan gelisah. Namun sungguh tidak boleh kita lupakan bahkan harus selalu kita ingat bahwa kemerdekaan yang kita nikmati sekarang, tidak turun dari langit laksana embun di waktu pagi, tetapi muncul dengan perasan keringat, untaian air mata, bahkan genangan darah dan pengorbanan nyawa para pejuang bangsa, yang terkadang mereka sendiri tidak bisa ikut menikmati hasil perjuangannya.
Ada tiga 17 yang harus kita pegang di tengah menggebunya upaya pembangunan nasional. Ketiga 17 itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dicerai pisahkan. 17 yang pertama adalah 17 rakaat Shalat, 17 kedua adalah 17 agustus hari Proklamasi Kemerdekaan RI dan 17 ketiga adalah 17 Ramadhan saat diturunkannya Al-Qur’an. Apa hubungannya antara 17 Agustus dengan 17 Rakaat dan 17 Ramadhan ?
Didalam Pembukaan UUD 1945 tertulis,"Dengan berkat Rahmat Allah SWT…" Sungguh sebuah pengakuan yang jujur. Para pemimpin kita dahulu sadar sesadar-sadarnya bahwa Proklamasi 17 Agustus hanya bisa diperoleh dengan berkat rahmat Allah SWT. Tanpa rahmat Allah SWT sulit sekali dibayangkan bahwa kemerdekaan ini akan diraih. Jendral mana yang berani taruhan, bambu runcing bisa mengalahkan meriam, ahli strategi perang mana yang berani menjamin bahwa tentara dadakan mampu bertempur dan menang melawan tentara Belanda yang profesional. Para pejuang kita dahulu yang walaupun tidak semuanya namun sebagian besar adalah Umat Islam, tidak hanya bergerilya keluar masuk hutan membawa bambu runcing dan senjata seadanya, tapi mereka juga menggunakan 17 Rakaat sebagai media untuk memohon kepada Allah SWT agar 17 Agustus bisa diraih. Sehingga ketika kemerdekaan dicapai, fakta historis itu dicatat dalam sebuah ungkapan jujur,"Dengan berkat Rahmat Allah SWT…" dan kita generasi yang hidup di orde hari ini tidak boleh melupakannya.
Suatu bangsa boleh merencanakan pembangunan yang bagaimanapun megahnya, silahkan merancang anggaran pembangunan sebesar apa saja, tetapi pada akhirnya rencana dan anggaran itu akan sangat bergantung kepada manusianya sebagai pelaksana pembangunan. Dengan kata lain, bagaimanapun sebuah rencana, seberapapun besarnya anggaran tidak sepenuhnya menjamin keberhasilan pembangunan, kalau rencana dan biaya itu jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab, orang tidak beriman, orang yang pribadinya tidak dibentuk oleh 17 Rakaat, maka hasilnya sulit sekali untuk kita harapkan akan baik.
Disinilah bahwa 17 Rakaat itu berfungsi untuk membangun manusia yang melaksanakan pembangunan. Pembangunan jembatan penting, tapi membangun manusia yang membangun jembatan tidak kalah penting, karena kalau manusia yang membangun jembatan itu tidak dijiwai oleh 17 Rakaat dan tidak beriman kepada Allah SWT kemungkinan besar tidak bisa selesai, sebab: batu, pasir, semen dan besinya ditilep oleh manusia yang melaksanakannya, begitu pula dengan jalan, sekolah, puskesmas, yang memang sangat kita butuhkan, pada akhirnya, berhasil atau tidak pembangunannya sangat ditentukan oleh manusia pelaksananya.
Kemudian apa pengaruh 17 Rakaat dalam membentuk kepribadian manusia pelaksana pembangunan ?
- 17 Rakaat akan melahirkan sosok pribadi yang jujur, bisa dipercaya, teguh dan pandai menjaga amanat.
- 17 Rakaat akan menjadikan manusia bersikap tawadhu’, rendah hati, tidak sombong atau tidak angkuh.
- 17 Rakaat membentuk sikap disiplin.
- 17 Rakaat itu membentuk sikap ikhlas, terjemahannya dalam kehidupan sehari-hari ialah bekerja tanpa pamrih.
- 17 Rakaat itu membentuk pribadi pembangunan yang sabar.
Contoh 17 Rakaat akan melahirkan sosok pribadi yang jujur, bisa dipercaya, teguh dan pandai menjaga amanat. Seseorang yang melaksanakan 17 Rakaat, yang walaupun tidak disaksikan orang lain, ia tidak akan mungkin korupsi rakaat. Shalat Dzuhur misalnya, ada atau tidak ada orang tetap harus empat rakaat, sendirian atau berjamaah Shalat Maghrib tetap tiga rakaat. Dengan Shalat ini tampak orang dilatih untuk merawat kejujuran yang teramat sangat diperlukan dalam pembangunan.
Apalagi untuk kondisi seperti sekarang ini, dimana kita berhadapan dengan persoalan pembangunan yang semakin rumit, ledakan penduduk yang nyaris tak terkendali, jumlah tenaga kerja yang masuk pasaran jauh melebihi kesempatan yang tersedia, kita juga harus bertemu dengan krisis ekonomi global. Dalam situasi seperti ini, kalau kejujuran para pelaksana pembangunan itu nol, maka rencana yang bagus, dana yang besar hanya akan berbuah kebocoran-kebocoran yang pada gilirannya akan merugikan bangsa secara keseluruhan. Negara ini ibarat sebuah kapal, kalau kapal dibor lalu bocor dan tenggelam, maka seluruh penumpang akan menanggung resikonya.
Oleh karena itu kita berkewajiban untuk menjaga keselamatan bersama, seluruh jajaran pelaksana pembangunan dari mulai tingkat yang paling rendah hingga ketingkat yang paling tinggi harus memiliki sikap jujur, yang itu dibentuk oleh 17 Rakaat. Dengan demikian Insya Allah cita-cita masyarakat adil makmur akan cepat terwujud, tetapi kalau kejujuran itu makin lenyap dari sikap keseharian para pelaksana pembangunan, maka yang muncul kemudian adalah pola sikap "mumpungisme", kesewenang-wenangan, penyalahgunaan jabatan dan penyimpangan, akibatnya, keprihatinan akan menimpa kita, negeri ini akan bersimbah air mata.
Demikianlah kita bisa melihat adanya keterkaitan yang jelas antara 17 rakat dengan pembentukan insan pembangunan, guna mengisi makna 17 agustus. Lalu apa hubungannya dengan 17 Ramadhan ?
Seperti kita ketahui, 17 Ramadhan adalah saat diturunkannya Al-Qur’an, yang ayat pertamanya adalah" IQRA’" (BACALAH!). Apa yang perlu dibaca ? ialah AYAT ALLAH SWT. Apa ayat Allah? ALAM adalah ayat Allah, WAHYU ALLAH (AL-QUR’AN) juga ayat Allah. Dengan firman pertama itu seolah-olah Allah berkata," Bacalah alam ini, pelajari dan budi dayakan untuk kemaslahatan kalian semua! Bacalah Al-Qur’an sebagai Pedoman hidup kalian".
Keduanya harus kita jalankan dalam rangka menjaga keseimbangan antara hati dan otak. Mengharmoniskan hubungan antara kemajuan intelektual dengan kemantapan akidah. Otak boleh Jerman tapi hati tetap Mekkah, sehingga kalau kita simpulkan, dengan melaksanakan 17 Rakaat kita isi makna 17 Agustus dengan berpedoman pada petunjuk yang turun di tanggal 17 Ramadhan. Semoga ketiga 17 itu tetap terpatri di hati para pemimpin bangsa, sehingga mampu mengantarkan negeri ini menuju apa yang kita cita-citakan bersama,"Masyarakat Adil dan Makmur di bawah naungan Ridho Allah SWT.
0 komentar:
Posting Komentar